Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Rani Gadis SMA Yang Binal

Rani Gadis SMA Yang Binal - Hallo sahabat SEXY is HOT, Pada sharing foto video gambar Sexy yang berjudul Rani Gadis SMA Yang Binal, saya telah menyajikan paling sexy lengkap dengan informasi dari awal lagi sampai akhir post. mudah-mudahan isi postingan Gambar foto viedo film SEXY yang saya tulis ini dapat membantu anda. okelah, ini dia yang paling SEXY.

TerSexy : Rani Gadis SMA Yang Binal
Judul post : Rani Gadis SMA Yang Binal

lihat juga


Rani Gadis SMA Yang Binal

ABG Montok Pengen Ngentot

Namaku Ari Wibisono, usiaku sekarang 48 tahun. Aku bekerja di instansi plat merah. Istriku sekarang berusia 45 tahun, masih cantik dan langsing.
Kehidupan rumah tangga kami sangat harmonis, aku bekerja dengan normal dan menjauhi hal-hal yang dapat membahayakan pekerjaanku, istriku sebagai ratu rumah juga tidak pernah “neko-neko".Penghasilanku sebagai pegawai sangat cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan istriku juga karena tidak biasa diam, dia usaha kecil-kecilan menjadi perantara jual beli perhiasan sehingga nyaris tidak ada keluhan dalam urusan keuangan.
Dalam soal sex, aku dan istriku menjalaninya dengan penuh kenikmatan, dalam usia kami yang sudah kepala 4, kami masih melakukannya seminggu 3 kali dan dapat saling memuaskan pasangan.
Namun entah kenapa, aku yang sekarang mulai memiliki keinginan “nyeleneh” …. aku suka merindukan untuk bercumbu/meniduri anak remaja, ya usia 16 – 20 tahunan lah.
Sepertinya ada sensasi yang “lain” bila aku dapat bercumbu dengan mereka. Ada kerinduan dalam hatiku untuk merasakan geliat tubuh, desah nafas, rintihan dan tentu saja kekencangan tubuhnya.
Obsesi ini jelas menjadi rahasiaku yang paling dalam, tidak mungkin aku umbar pada istriku … aku tidak mau menyakiti hatinya yang sudah begitu setia menyertaiku dari sejak menikah hingga sekarang. Yang pasti, istriku adalah perempuan sempurna ke-2 setelah ibuku, harus ku jaga lahir batinnya meski dengan nyawaku sekalipun.

Kembali pada obsesiku, tempat kerjaku bersebelahan dengan 3 sekolah, 2 SMK dan 1 SMP dan di seberang kantorku terdapat kantin pujasera yang suka di datangi oleh para pegawai kantorku untuk istirahat makan atau sekedar ngopi dan tentu saja, anak-anak sekolah di sekitarnya.
Pada jam istirahat siang, kantin itu penuh oleh para pegawai juga anak-anak sekolah dan kalau aku sedang istirahat disana, maka mataku akan mendapatkan pemandangan yang sangat menggoda obsesiku. Tingkah anak-anak perempuan sma yang ceria, genit, membuat aku betah duduk berlama-lama sambil menikmati makan siangku.
Mereka tidak sadar bahwa tingkah polah mereka ada yang memperhatikan. Keceriaan masa remaja membuat mereka tidak peduli pada keberadaanku yang mungkin di mata mereka hanya seorang pegawai yang sudah tergolong tua !
Dari sekian banyak anak-anak yang suka nogkrong disitu, ada seorang anak yang aku perhatikan secara khusus, meski tidak terang terangan karena pasti akan memalukan. Badannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan teman-temannya, dadanya sebesar mangga, ranum dan mengkal ( aku tidak tahu itu ukuran berapa ), wajahnya tidak cantik tapi manis, kulitnya juga tidak putih tetapi kuning langsat.
Dari hasil pengamatanku, ku tahu namanya Rani.
Dengan hanya melihatnya, aku sudah merasa senang dan bahagia sehingga setelah makan siang aku melanjutkan kerjaku dengan tetap bersemangat.
Ah Rani, padahal kamu bukan siapa-siapa, belum apa-apa tapi pamormu sudah mampu membuatku bersemangat. Hingga pada suatu ketika …..

Siang itu cuaca mendung sangat, pasti sebentar lagi akan hujan dan benar saja, saat aku tengah menikmati makan siangku, tiba-tiba terdengar ledakan petir dan tak lama kemudian, bagai air yang dituangkan dari ember raksasa, hujan turun sangat deras. Rani dan 2 orang kawannya karena takut dengan suara petir itu, mereka pun pindah duduknya tepat di depan mejaku sehingga aku bisa mendengar pembicaraan mereka.
Rupanya mereka sedang merencanakan hendak jalan-jalan ke daerah wisata yang terdapat di daerah selatan Bandung, daerah wisata alam perkebunan, danau dan kawah.
Pendengaranku ku pertajam dan yang membuatku gembira adalah mereka akan berkemah bertiga namun sekarang tengah dibingungkan dengan peralatan berkemah yang tidak mereka miliki. Saat itu kudengar temannya Rani bertanya
“Ran … kamu tau gak dimana kita dapetin tenda dan alat-alat berkemah ?”
Ku dengar Rani menjawab, “Mana ku tahu, aku kan belum pernah kemping”
Saat mereka tengah kebingungan begitu, aku nekad angkat bicara.
“ Kalian mau kemping kemana ? Saya punya perlengkapan itu … kalau mau dipakai ya silahkan “
Ketiganya sempat melongo dengan ucapanku dan saat mereka sedang bengong begitu, aku segera pindah duduk dan bergabung dengan mereka.
“ Barusan saya dengar saja bahwa kalian mau berkemah ke daerah selatan sana dan bingung cari tempat rental alatnya kan ? Nah, saya kebetulan punya perlengkapan berkemah, lengkap. Kalian mau pakai perlengkapan itu ?”, cerocos saya.
Setelah hilang kagetnya, salah seorang teman Rani angkat bicara
“ Bener nih Oom .. eh … Pak, kami boleh pakai perlengkapan milik Bapak ? “
“ Silahkan saja. Hanya saya perlu tau, kalian mau kemping di tempat kemping atau di tempat di luar arena kemping ?”
“ Anu, Pak … eee … kami mau berkemah di tempat yang ada danaunya itu “ Rani bicara malu-malu. Aku gembira mendengarnya.
“ Wah, Neng … kalau di sekitar danau itu sekarang sudah dilarang untuk berkemah, arena kemahnya ada di Ranca Upas, disana kalian bisa berkemah. Jarak ke danau cukup jauh tapi kebetulan saya punya tempat yang bagus untuk mendirikan kemah. Dari situ pemandangan danau, kawah dan perkebunan akan terlihat jelas bahkan bila langit cerah, laut selatan juga kelihatan “ jelasku berpromosi.
“Wah … asyik”, kata kedua temannya Rani dan Rani sendiri nampaknya antusias, sinar matanya begitu berbinar.
“ Di mana itu, Pak ?” kata temannya Rani.
“ Nama daerahnya di Tenjo Laut, di sekitar perkebunan teh, dekat ke kawah “, paparku.
“ Mau, Pak .. kami mau tapi ……. “, kata temannya Rani memutuskan kata-katanya
“ Tapi apa, Neng ? “ tanyaku.
“ Kami kan belum tau daerah itu dan lagi cuma kami bertiga yang akan berangkat … tidak ada yang memandu kami kesana “, jawabnya dan diaminkan oleh Rani dan seorang temannya. Ini dia ! Teriakku dalam hati …..
“ Gini, Neng … kalau Bapak jadi pemandunya gimana ?” tanyaku asal tapi hatiku sudah gembira setengah mati. Mereka saling berpandangan dan aku mengerti.
“ Kalian diskusikan saja dululah, tidak harus diputuskan sekarang …. lagipula kita baru kenal kan meski kalian sering melihat Bapak makan disini ? Nama Bapak Ari, bapak kerja di kantor seberang itu. Nah, sekarang Bapak mau kerja lagi …. Ini nomor telepon kantor bapak, telepon saja kalau kalian sudah punya keputusan yaa …. “, kataku sambil ku tuliskan nomor telepon mejaku. Sengaja tak kuberikan nomor hp, aku harus sembunyi-sembunyi … ( maaf, sayang, kataku dalam hati sambil membayangkan wajah istriku ).
“ Iya, Pak. Terima kasih ya Pak “, kata temannya Rani. Rani yang tidak banyak bicara saat itu hanya mengangguk disertai senyum manisnya saat aku berlalu meninggalkan meja mereka. Tiba di kasir, kubayar pula makanan yang mereka makan …. tak apalah, sekedar untuk menunjukkan bahwa aku “orang baik” hiburku dalam hati.
Kembali aku ke kantor, melanjutkan pekerjaan tapi sampai waktu pulang tiba, telepon yang ku tunggu tidak ada. Aku harus sabar …. Permainanku harus mulus .. lus …. dan lus, kataku dalam hati. Sore itu aku pulang tanpa mampir kemana-mana, aku langsung tancap mobilku menuju rumah.

Dua hari setelah pertemuanku dengan ketiga anak itu, saat aku tengah mengerjakan tugasku, telepon mejaku berbunyi dan saat kulihat nomor yang masuk, ternyata dari hp, aku angkat
“ Hallo, selamat siang “, sapaku.
“ Selamat Siang, ini dengan Pak Ari ?” suara gadis terdengar di seberang sana.
“ Betul, saya sendiri. Maaf, ini siapa ? “, tanyaku menduga-duga.
“ Saya Nia, yang waktu itu bapak tawari alat berkemah “, jawab suara disana.
“ Oh … Nia ya, kan kalian bertiga. Siapa saja tuh ? “, jawabku
“ Nia, Rani dan Nur, Pak “, jawab Nia.
“ Gimana, sudah ada keputusan ?”, tanyaku dengan penuh harap.
“ Sudah, Pak … tapi ngobrolnya di tempat kemarin ya Pak “ jawab Nia.
“ Mangga, nanti jam istirahat, saya kesana “, jawabku gembira.
“ Sama itu, Pak. Terima kasih, jajanan kami kemarin dibayarin Bapak “, kata Nia.
“ Sama-sama. OK, sampai nanti “, lalu telepon ku tutup.
Aku kerja dengan pikiran setengah-setengah, ingin segera waktu istirahat tiba dan akhirnya penantian lamaku tiba juga … waktu istirahat tiba. Aku segera terbang menuju kantin seberang kantorku, setelah tiba disana, aku edarkan pandangan, ku lihat Rani, Nur dan Nia ada di meja paling sudut, kesanalah aku menuju.
Ketika aku sampai di meja mereka, serentak mereka berdiri lalu menyalami ku sambil menempelkan pipinya ke punggung tanganku. Saat Nur dan Nia lakukan itu perasaanku biasa saja tapi ketika Rani lakukan itu, ada perasaan “lain” di hatiku.
Aku segera duduk bergabung dengan mereka lalu ku tawarkan saja apa pesanan mereka sebab yang kulihat meja masih kosong, berarti mereka belum pesan apa-apa. Nur segera menulis pesanan lalu ku panggil pelayan. Sambil menunggu, kami ngobrol dan yang membuatku gembira adalah posisi dudukku bersebelahan dengan Rani sedang Nia dan Nur di depanku. Tercium aroma minyak wangi remaja dan tubuh remajanya Rani tapi perasaan sukaku sengaja ku pendam, agar mereka tidak curiga.
“Gimana nih … jadi kempingnya ?” tanyaku.
“Jadi, Pak tapi karena Bapak yang memberikan tawaran maka kami tidak saja mau meminjam alatnya saja tapi ….. eeuu …. anu Pak …. “, jawab Nia tapi tidak selesai.
“Anu apa ? “ tanyaku sambil menatap mereka satu persatu dan ketika aku menatap Rani, dia cepat cepat menunduk dan rambutnya jatuh menutupi sebagian wajahnya.
“ Anu apa, Neng Rani “ tembakku padanya.
Rani kembali menatapku, matanya begitu indah dan membuatku berdebar girang.
“ Iya Pak, kami mau sekali berkemah ke tempat yang Bapak bilang tapi kami ingin Bapak saja yang jadi pemandunya karena kami kan cuma bertiga, perempuan semua lagi “, jawab Rani dan langsung dia menunduk.
Deg … jantungku seperti berhenti sejenak ….. ini dia, hatiku bersorak tapi lagi lagi aku jaim, ku sembunyikan rasa girangku. Kata anak muda sekarang, JA’IM !
“Wah ? Kalian kenapa milih Bapak yang sudah tua begini ? Nanti disana kalau Bapak kepayahan gimana hayooo ?” jawabku.
“ Percaya Pak, badan Bapak kaya tentara gini masa bakal kepayahan “, jawab Nur.
Aku pura-pura berfikir sejenak lalu akhirnya aku bilang siap menemani mereka. Kulihat mereka begitu gembira mendengar keputusanku lalu ketika pesanan kami datang, kami makan bersama dengan diselingi obrolan-obrolan tentang rencana kegiatan berkemah itu. Di sepakati kami akan berangkat hari Jum’at dan pulang hari Minggu. Yesss, teriakku dalam hati, berarti selama 2 malam aku akan dekat dan sangat dekat dengan Rani.
Usai pertemuan siang itu, aku bekerja dengan penuh semangat karena lusa aku sudah menikmati indahnya alam pegunungan dan tentunya bersama anak perempuan yang selama ini aku incar dengan diam-diam.

Hari yang ditunggupun tiba, jum’at siang aku menunggu kedatangan mereka di kantin itu dan ketika mereka datang dengan membawa ransel masing-masing, aku suruh masukkan barang mereka ke Mitshubisi Stradaku lalu setelah makan, kami berempat berangkat menuju ke lokasi perkemahan. Rani duduk di sebelahku sementara Nia dan Nur di belakang. Sepanjang jalan mereka berceloteh gembira, sesekali aku ikut bicara.
Suasana akrab mulai terbangun dan aku senyum-senyum saja mendengar obrolan mereka.
Masuk Kota Kecamatan Ciwidey, perjalanan mulai mendaki dan jalannya berkelok. Saat mobil memasuki kawasan hutan, obrolan ketiga remaja ini mulai berkurang, mereka lebih banyak melihat pemandangan yang indah, sesekali mereka berkomentar tentang apa yang mereka lihat. Saat mobilku memasuki wilayah perkebunan, jelang tiba di gerbang Rancabali, mobil ku belokan ke arah Tenggara, menuju salah satu afdeling yang berada di kaki gunung. Jalan mendaki berbatu bukan halangan buatku dan Mitsubishi Stradaku.
“ Cape ya Ran .. jalannya jelek” tanyaku pada Rani yg tengah menatap ke jalan di depannya.
“ Gak apa, Pak, Rani suka … kan namanya juga mau kemping. Pasti jalannya tidak mulus seperti di kota “, jawab Rani sambil menatapku. Dadaku serasa berguncang ketika mataku bertemu pandang dengan dia, untung aku pakai kaca Rayban sehingga Rani tidak melihat binar gembira ( dan binar birahi ) di mataku.
“ Jalan jelek ini akan kita lewati sampai kita tiba di afdeling Cipanganten. Dari sana kita harus berjalan kaki ke lokasi kemah kita, “ jelasku.
“ Masih jauh Pak Cipanganten itu ?” tanya Nur dari belakang.
“ Sebentar lagi, lima belas menitan deh “, jawabku. Kembali aku konsen ke jalan berbatu menuju ke Cipanganten sambil sesekali ku lirik Rani yang anteng menatap ke depan.

Akhirnya kami tiba di Afdeling Cipanganten lalu ku arahan mobil ke rumah Kepala Afdeling yang sudah ku kenal.
Ku laporkan bahwa aku dan “keponakan-keponakanku” akan berkemah di wilayahnya dan sekaligus minta ijin untuk menitipkan mobil di dekat rumahnya. Karena aku sudah dikenal, maka aku diijinkan untuk berkemah dan menitipkan mobil. Ku selipkan sedikit uang di sakunya dan diterima dengan suka cita lalu setelah kondisi mobil terparkir aman, kami berempat mulai berjalan kaki menuju lokasi yang direncanakan.
Jalan mendaki membuat nafas mereka ngos-ngosan dan banyak berhenti namun karena udaranya sejuk serta pemandangannya indah, rasa lelah mereka cepat terobati. Rani berjalan dengan tenang di sampingku sehingga dengan perlahan, tanganku menggamit tangan Rani untuk menuntunnya dan Rani sambut tanganku. Nia bergandengan tangan dengan Nur saling membantu agar tidak terlalu berat padahal ransel mereka tidak besar. Karena langkahku lebih lebar dan Rani mengimbangi juga dengan baik, akhirnya keduanya tertinggal lumayan jauh di belakang.
“ Pak .. ransel Bapak pasti berat yaa ?” tanya Rani
“ Ya ini mah standar untuk berkemah, Ran …. Ini ransel 75 liter, isinya ya perlengkapan buat kita disana “, jawabku sambil terus menggenggam telapak tangannya.
“ Boleh Rani coba ?” tanyanya.
“ Wah berat, Ran … isinya kan banyak nih “, jawabku.
“ Pengen ngerasain aja, Pak, seberat apa sih ?” katanya. Lalu ku lepas genggaman tanganku, ku turunkan ransel dan ku pasangkan ke bahunya.
“ Awww … beyat banget Pak “ jerit Rani dengan badan agak oleng dan segera ku tangkap tubuhnya. Tanpa sengaja, tanganku sempat membentur dadanya … dia tidak menyadari tapi aku langsung merasa deg degan.
Rani mencoba bertahan tapi akhirnya dia memintaku melepas kembali ranselku dari bahunya. Aku ambil kembali ranselku dari tubuhnya dan sempat lagi aku menyentuh sisi dadanya.
“ Bapak kuatan ih … itu ransel kan berat banget “, kata Rani sambil menatapku saat aku menyandang kembali ransel ke bahuku.
“ Ya mau gimana lagi, namanya juga mau kemping, ya seginilah barang bawaannya, kalau mau yang ringan, bawa aja kantong keresek “, jawabku bercanda. Rani tertawa mendengar candaku lalu setelah lelahnya berkurang, kembali aku gamit tangannya dan kembali mendaki. Nia dan Nur masih jauh di belakang tapi kami masih bisa saling melihat sehingga mereka tidak akan tersesat di tengah kebun teh yang luas ini.
Setelah satu jam berjalan mendaki, akhirnya aku dan Rani tiba duluan di lokasi yang ditentukan. Rani melambaikan tangannya pada Nur dan Nia yang masih jauh tertinggal lalu kulihat dia begitu terpesona menatap keindahan alam di hadapannya.
Aku yang sudah hapal tempat ini, hanya sesekali menatapnya sambil ku dirikan tenda hingga ketika Nur dan Nia tiba dengan tubuh bersimbah peluh dan nafas ngos-ngosan, tenda Asahan sudah berdiri. Rani segera menyodorkan air minum kepada kedua temannya sementara aku menyibukan diri dengan membuat perapian karena sebentar lagi senja akan tiba dan udara disini akan sangat dingin, apalagi saat kemarau seperti ini. Ketika rasa lelah mereka sudah berkurang, gantian mereka mulai kedinginan. Ku sarankan mereka untuk memakai jaket dan kaos lengan panjang agar mereka tidak menggigil. Saat itu waktu menunjukkan pukul setengah lima sore … udara mulai terasa menusuk kulit.
Ku buatkan mereka mie instan dan ketika sudah matang, mereka menyantapnya dengan suka cita disusul dengan minuman wedang jahe yang sengaja kubawa.
Saat hari mulai gelap, kami berempat duduk melingkar di dekat perapian dan ku ajak mereka melihat keindahan alam pegunungan di malam hari. Nia dan Nur berdiri sambil berpelukan dan perlahan ku rengkuh bahu Rani ke dalam pelukanku … ah, ternyata dia tidak menolak sehingga semakin eratlah pelukanku.
Ku tunjukkan pada mereka mana lokasi danau, kawah dan laut agar mereka besok bisa melihat sendiri. Lalu setelah duduk kembali di api unggun, aku bercerita sedikit tentang sejarah perkebunan ini.
“ Koq Bapak tau sih daerah ini ?” tanya Nur.
“ Dulu waktu bapak masih kuliah, pernah kkn disini selama hampir 2 bulan sehingga sedikit-sedikit bapak hapal “, jawabku. Sekarang aku duduk dekat dengan Nur, sengaja ku lakukan agar ketiganya tidak akan merasa ada yang di anak emaskan olehku.

Sampai jam 21 kami duduk di api unggun dan setelah dingin semakin terasa, akhirnya kami pindah ke dalam tenda dan karena siangnya mereka sudah kelelahan, akhirnya mereka segera teridur.
Betapa damainya mereka tidur, aku memandang satu demi satu wajah mereka yang masih polos dan yang paling lama saat aku melihat Rani. Alisnya bagai semut beriring, hidungnya agak mancung dan di atas bibirnya ada sedikit bulu halus seperti kumis. Katanya perempuan yang sedikit berkumis nafsunya besar … ah, semakin ku perhatikan wajah Rani. Bibirnya, ah bibir yang tipis, betapa nikmatnya kalau aku bisa mengulumnya tapi mana ku berani namun perlahan ku usap pipinya dengan punggung tanganku, Rani hanya melenguh pelan tapi tidak terbangun. Ku tatap lagi lebih dekat hingga terasa nafasnya ke wajahku tapi tetap aku tidak berani mengecup bibirnya. Aku masih takut …., akhirnya daripada aku tergoda makin berat, aku memilih keluar dari tenda dan duduk dekat unggun.
Kunyalakan api agak lebih besar untuk mengusir dingin dan ku buat segelas kopi untuk menghangatkan perutku. Tiba-tiba ku dengar seleting tenda di buka lalu muncul kepala …. Rani.
“Kenapa bangun, Ran ?” tanyaku.
“Dingin sekali, Pak … Rani gak tahan” katanya sambil keluar dari tenda lalu duduk di sebelahku.
“Pakai ini, harusnya dari tadi kamu pakai jadi tidak kedinginan” kataku sambil melepas balacalva dari kepalaku dan ku pakaikan padanya.
“Makasih, Pak. Bapak koq baik banget sih ?” katanya sambil menatapku.
“ Ya namanya juga pemandu wisata, harus memberikan pelayanan yang baik dong sama konsumen … biar laku “ candaku. Rani tersenyum mendengar jawabanku lalu ku sodorkan kopi yang baru saja ku buat. Rani menerimanya dengan disertai gumanan terima kasih dan menyeruput kopi buatanku.
“ Rani senang diajak berkemah seperti ini ?” tanyaku.
“ Senang banget Pak, apalagi ditemani bapak yang baik begini “, jawabnya sambil mengerling padaku. Duh … aku jadi semakin melambung.
“ Bapak hanya melakukan prosedur Ran, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak yang berkemah sering keluar dari prosedur yang akibatnya banyak membuat rusak lingkungan “, jelasku.
“ Iya sih, Pak,” jawab Rani. Lau kami ngobrol berbagai hal hingga ku lihat Rani mulai mengantuk kembali. Lalu ku matikan unggun dan ku papah Rani masuk ke dalam tenda.
Kami berbaring bersisian dan mungkin karena dia sudah percaya padaku sehingga ketika ku rengkuh tubuhnya masuk ke dalam pelukanku, dia manda saja … sekarang kepalanya sangat dekat dengan kepalaku dan sedikit kurasakan dadanya menempel ke dadaku membuat aku dag dig dug. Tangan Rani pun memeluk menyilang di dadaku sehingga perlahan ku belai dan ku tepuk-tepuk punggungnya. Nafasnya sekarang terasa menerpa pipiku sehingga perlahan ku miringkan kepalaku, jarak bibirku dengan bibir Rani hanya tinggal beberapa inci lagi …. Aku sudah mencoba mengeraskan hati untuk tidak mengulum bibir menggoda ini tapi rasa ragu masih bercokol di hatiku sehingga akhirnya bibirku hanya mengecup keningnya terus aku kembali metapat ke langit tenda. Tiba-tiba …. Deg aku kaget
“Makasih, Pak … udah sayang Rani” ku dengar Rani berbisik dekat sekali ke telingaku.
Ampun .. ternyata Rani tidak langsung terlelap sehingga dia tahu aku mencium keningnya. Aku jadi salah tingkah dan tidak bisa berbicara bahkan nafasku malah jadi tidak teratur.
“Kenapa, Pak ?” tanya Rani.
“Maafkan Bapak, Ran … Bapak sudah nakal yaa ?”, akhirnya aku berani juga bicara.
“ Bapak gak nakal, Bapak sayang Rani kan, jadi bapak cium kening Rani. Rani juga sayang Bapak” lalu … cup … pipiku dikecupnya lalu Rani buru-buru menyusupkan kepalanya ke dadaku. Aku kaget dan senang menerima perlakuan manisnya sehingga ku eratkan saja pelukanku dan akhirnya kami tertidur dengan perasaan yang tenang.

Pagi yang cerah akhirnya muncul juga, aku terbangun sendirian tapi ku dengar suara Nia yang sedang berceloteh lalu aku buru-buru bangun. Ketika keluar tenda, kulihat mereka tengah sibuk menyalakan unggun tapi tidak nyala-nyala dan ketika mereka melihat kemunculanku, serentak mereka mengucap salam “Selamat Pagi, Pak” dan aku menjawab salam mereka sambil menghampiri. Ku susun kayu bakar dengan posisi yang benar lalu ku bakar lilin parafin di tengahnya … tak lama kemudian apipun menyala.
“Nah kan … harus sama ahlinya” canda Nur “coba kalo Bapak bangun dari tadi … pasti dah kami buatkan kopi ya Pak”, lanjutnya.
“ Ya sudah, sekarang masaklah air, buat kopi dan bapak mau tidur lagi “ jawabku sambil berbalik menuju tenda.
“ Eit, jorok …. mandi atuh Pak, atau cuci muka dan gosok gigi …. “ kurasakan ada tangan yang menahanku dan ketika berbalik ternyata Ranilah yang menahanku. Ku tatap matanya dan ku lihat ada keindahan buatku disana sehingga akhirnya aku ambil perlengkapan kebersihanku lalu aku berjalan menuju sumber air.
“Pak … Rani ikut” teriak Rani sambil berlari kecil mendekatiku.
“Nia sama Nur gak bersih-bersih ?” teriakku.
“Gantian aja Pak … kami masak air dulu” jawab Nia. Akhirnya aku dan Rani jalan bersisian menuju sumber air. Tangannya ku pegang karena jalan menurun agak curam. Rani erat memegang tanganku bahkan ketika jalan tidak begitu curam, dia peluk lenganku sehingga dadanya terasa sekali menyentuh lengaku. Karena tanganku memegang tas perlengkapan kebersihan membuat aku tidak dapat memeluk bahunya. Tiba di sumber air, aku segera membasuh muka lalu menggosok gigi sementara Rani diam-diam memperhatikanku. Aku mula-mula tidak punya niat mau mandi karena dingin tapi melihat situasi “baik” ini, aku langsung berdiri lalu ku buka kaosku hingga aku bertelanjang dada. Ku lihat Rani membuang muka, mungkin jengah melihatku.
“ Rani, bapak mau mandi …. Rani mau tetap nongkrong di situ ? “ kataku sambil menatapnya.
“ Iiihh … jorok ah … dah .. Rani mau ke sebelah situ “ sambil berjalan ke arah gerumbulan semak yang menghalangi pandangannya. Aku teruskan saja hajatku, meski dingin. Ku buka celanaku sekaligus cd-nya lalu aku jongkok dan mengguyur badanku ….. bbbrrrrr …. Dingin sampai menusuk tulangku tapi ku tahan saja. Saat aku menggosok tubuhku dengan sabun, sekilas ku lihat ada yang mengintip aktifitasku dan aku tahu itu pasti Rani, maka aku terus berdiri sambil terus menggosok tubuhku. Aku tahu, Rani pasti akan melihat tubuh telanjangku secara lengkap dan sengaja aku menggosok-gosok batangku dengan gerakan seperti beronani dengan posisi menyamping sehingga Rani pasti akan melihat batangku yang berdiri tegak. Setelah merasa cukup lalu kembali aku berjongkok dan membilas tubuhku dengan air bersih. Selesai itu aku handukan dan kembali memakai bajuku.
“Rani … Rani …. Bapak sudah mandinya” panggilku pura-pura dan kemudian Rani muncul. Tatapan matanya tidak sama dengan yang tadi saat aku belum “beraksi striptease” tapi aku tidak mengerti makna tatapannya lalu ku sodorkan tas perlengkapan kebersihan padanya.
“Pak …..” Rani memanggilku.
“Ya …. ada apa Ran ?” jawabku.
“Rani pengen mandi tapi …. Rani takut” katanya sambil menatapku.
“Takut apa gitu Ran ? Disini kan gak ada binatang buas”, jawabku, padahal aku tau dia takut diintip karena tadi dia mengintip aku.
“Takut diintip Bapak”, jawabnya sambil membuang muka.
“Ah kau ini, masa Bapak ngintip kamu ? Ya udah atuh, Bapak kembali duluan ke tenda yaa … biar mandimu aman … gak diintip”, kataku sambil pura-pura mau pergi.
“Aaaahhh … jangan atuh, Rani takut …. Bapak ngumpet aja disana yaa tapi janji jangan ngintip”, katanya sambil memegang tanganku.
“Iya … bapak mau diam disana deh”, jawabku menenangkannya.
“Janji gak kan ngintip ?” tanyanya sambil meremas tanganku.
Ku angkat tangan, ku perlihatkan tanda V dengan jariku lalu aku berkata sambil menahan tawa “Saya, Ari Wibisono berjanji, bahwa saya tidak akan mengintip Bidadari Rani yang sedang mandi ……dan saya … “
“Udah-udah … Rani percaya. Konyol ihhh”, katanya sambil melepas tanganku dengan dibarengi senyum manisnya.
Lalu aku berlalu dan dia melihat aku tidak diam dekat gerumbulan semak itu tapi lebih jauh lagi …
“Pak … jangan jauh-jauh, Rani takut ….” Ku dengar suaranya.
“Kalo dekat-dekat, ntar dikira ngintip” teriakku.
“Dekat aja … tapi jangan ngintip” katanya lagi sehingga aku balik lagi ke dekat gerumbulan itu.
“Ya udah, bapak gak jauh jauh”, kataku. Hening sesaat lalu ku dengar suara kecipak air pertanda Rai mungkin sedang membasuh muka atau … mandi dan kalau mandi pasti dia telanjang dan …. Akh perlahan aku dekati celah yang bisa melihat keberadaannya. Ala mak, benar saja, Rani sedang mandi cuma dia membelakangi sehingga aku hanya bias melihat punggungnya yng mulus, buah pantatnya yang bulat … wih, nyaris seperti gitar spanyol. Batangku ulai bergerak ke posisi siaga nih …..
“Pak …… ?” tiba-tiba Rani memanggil. Rupanya dia hendak cek ricek posisiku. Segera aku beringsut menjahi semak itu lalu ku jawab panggilanya.
“Ya … ada apa ?” sambil aku menghadap ke arah lain sehingga suaraku terdengar jauh.
“Jangan ngintip yaa”, tedengar suaranya.
“Bapak jauh Ran … gak ngintip”, jawabku sambil menahan senyum. Lalu tak lama kemudian Ranipun keluar dari sumber air. Rambutnya basah dan tubuhnya menggigil. Ku hampiri dirinya lalu langsung saja ku peluk. Rani pun balas memelukku sehingga terasa buah dadanya menempel di tubuhku yang cuma terhalang kaos oblong begitupun dia … yang bikin aku tersentak adalah, Rani tidak pakai bh sehingga kurasakan sekali kenyal buah dadanya. Ku usap rambutnya yang basah lalu lalu ku belai-beai punggungnya agar dia tidak terlalu menggigil. Lalu ku bisikan ke dekat telinganya “ Kita naik yuk, disana sinar matahari sudah muncul jadi kau bisa moyan”, saat aku berbisik ke telinganya, Rani agak menggelinjang, mungkin karena geli telinganya ketempelan kumisku. Setelah posisi Rani berpindah kesampingku, ku ajak dia berjalan kembali tapi dia tetap memeluk tanganku sehingga jalan kami jadi lambat … ah, mesra banget, pikirku.
Tiba kembali di kemah, Nur dan Nia sudah selesai menjerang air sehingga Rani segera membuat teh manis buatnya dan kopi buatku. Kami duduk bersama sambil menyruput minuman panas lalu tak lama kemudian Nia dan Nur gantian turun menuju sumber air, jadi sekarang tinggal kami berdua di daerah yang sepi ini ……
Lalu Rani ku ajak ngobrol, kutanyakan tentang keluarganya, Rani adalah anak tunggal yang sangat dimanja secara materi oleh orang tuanya. Ayahnya seorang pengusaha sementara ibunya sibuk mengelola butiknya sehingga Rani lebih sering tinggal di rumah bersama pembantunya. Pantas semalam dia lakukan itu padaku, mungkin dia merasa akulah yang pantas jadi bapaknya. Akhirnya obrolan aku pindahkan … terlalu lama dengar cerita begini, bisa hilang obsesiku jadi topik obrolan ku arahkan pada soal teman-teman atau pacarnya.
Ternyata Rani baru memutuskan hubungan asmara dengan pacarnya, yang katanya berselingkuh dengan anak sma sebelah. Itulah sebabya Rani mengajak Nia dan Nur berkemah adalah untuk menghilangkan kegalauan hatinya. Jadi ternyata acara ini idenya Rani cuma karena dia tidak paham maka dia minta Nia dan Nur yang aktif merencanakan acaranya sehingga bertemu dengan aku di kantin itu.
“ Rani kenapa percaya sama bapak ? Kan kita gak saling kenal …” tanyaku.
“ Rani suka liatin bapak koq kalau sedang istirahat, bapak kalem gak pernah godain kami … kalo teman-teman bapak yang lain suka goda-godain” jawabnya.
“ Hanya itu ?”, pancingku
“ Terus …. bapak …. anu …. “ katanya tidak meneruskan
“ Anu apa … hayoooo ?” tanyaku sambil meremas lembut bahunya
“ Bapak …. Ganteng !”, sambil menunduk.
Ahh…. ternyata anak ini begitu polos mengatakan itu dan bukannya ge-er, memang penampilanku sedikit di atas rata-rata teman-teman kerjaku dan istriku sendiri sering bilang bahwa aku ini figur laki-laki ganteng dan bisa meruntuhkan hati wanita sehingga istriku sesekali suka mengingatkan aku bahwa aku punya anak …. aku cuma tertawa bila istriku bilang begitu.
“ Ah .. ndaklah Ran … bapak sudah tua nih … “, jawabku menyembunyikan rasa sukaku.
“Iya tapi bapak memang ganteng koq … bener” jawabnya sambil menatapku. Matanya begitu indah … bibirnya begitu menggoda … bau tubuhnya setelah mandi begitu merangsang kelelakianku membuatku terus merahup tubuhnya ke dalam pelukanku … Rani diam dan menunduk saja lalu perlahan ku angkat dagunya dengan jari telunjukku dan …. Cup, ku cium pipinya … sekilas memang tapi mata Rani tetap terpejam meski aku sudah menjauhkan sedikit wajahku … lalu ku dekatkan lagi saja wajahku dan ku kecup bibirnya lembut. Ku kulum lalu lidahku mengusap bibirnya, Rani pun membuka sedikit mulutnya sehingga lidahku bisa menerobos ke dalam dan menggelutkan dengan lidahnya. Ternyata lidahku dapat perlawanan manis, lidah Rani membalas tarian lidahku sehingga ciuman yang ku maksud hanya sebentar malah jadi lama. Setelah itu aku hentikan kemesraan kecil ini … ku lepas ciumanku lalu ku kecup dahinya.
Rani memelukku dan menyandarkan kepalanya ke dadaku. Sekarang tidak perlu lagi aku minta maaf … kubalas pelukannya sambil ku belai kepalanya.
“ Pak …. “
“Ya Ran … ada apa ?” tanyaku tanpa melepas pelukanku.
“Bapak lembut banget, Rani suka …..” katanya perlahan tapi tidak melepas pelukannya, bahkan kepalanya masih bersandar di dadaku.
“ Bapak sayang Rani … itu saja”, jawabku sambil memeluknya lebih erat lalu setelah ku dengar celoteh Nur dan Nia, segera aku lepas pelukanku, sempat kulihat di matanya Rani ada pancaran kecewa ……..
Aku Menang … teriakku dalam hati. Rani sudah masuk jeratku …….. lalu aku segera mengeluarkan 2 kaleng T-2 untuk di panaskan.
Sarapan yang mantap kurasakan pagi ini, ditemani oleh 3 orang gadis remaja yang salah satunya sudah ada dalam jeratanku. Sambil makan aku dan Rani mendengarkan celoteh Nia dan Nur tentang dinginnya udara semalam lalu segarnya mandi di sumber air. Sesekali Rani menimpali dan selesai makan, kami bersiap-siap untuk jalan kaki ke kawah yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari tenda yang ku dirikan namun karena khawatir ada orang yang nyelonong ke dalam tenda, akhirnya kusuruh mereka bertiga saja ke kawah sementara aku akan jaga tenda. Awalnya mereka tidak mau pergi tanpaku tapi karena alasan keamanan akhirya mereka pergi juga. Kubekali mereka dengan pesawat handy transceiver untuk memudahkan aku memantau mereka dan aku kembali berjemur sambil membuka tablet melihat-lihat barangkali ada e-mail atau massage buatku, kebetulan sinyal disini bagus.
Tak lama kemudian ku lihat Rani sudah kembali sendirian dan ketika sudah di dekatku kutanya kenapa dia pulang sendiri, jawabannya yang bikin aku trenyuh tapi juga senang …. “Kasihan Bapak sendirian” lalu dia duduk dan mengambil tabletku. “Rani boleh pinjam ini, Pak ?” katanya. “Pakai saja Ran, bapak mau ngencengin dulu tali-tali tenda ….” jawabku sambil berlalu ke tenda dan mengencangkan tali-talinya. Karena aku pakai kacamata Rayban jadi dengan bebas mataku bisa melihat Rani dan ternyata dia tidak khusu membuka tabletku karena sesekali dia menatapku. Aku pura-pura tidak tahu kalau dia menatapku dan sengaja aku berlama-lama melakukan pengencangan tali tenda padahal sebenarnya sudah kencang dari tadi.
Setelah tidak ada lagi “kegiatan” dengan tenda, aku langsung duduk di sebelah Rani, lalu aku ambil tablet dari tangannya dan ternyata memang benar, tabletku tidak dalam keadaan on.
“Rani sudah matiin tabletnya bapak ?” tanyaku agar dia tidak malu.
“I … iya Pak, baru aja Rani matiin”, jawabnya agak gugup.
Aku bingung, mau dari mana lagi aku bicara …. Hening sejenak lalu
“Kalau Nur sama Nia lama ndak main di kawahnya ?’ tanyaku
“Gak tau Pak …Rani tadi Cuma sebentar disana terus balik lagi …”
“Sebentar, bapak chek lewat radio yaa”, kataku sambil mengambil HT di ransel lalu setelah ku nyalakan, aku panggil Nia dan Nur.
“ Nia, Nur … monitor ?” panggilku, sepi tidak ada jawaban.
“Nia, Nur … monitor ?” ku ulang panggilan dan
“Hallo Pak, iya, kami mendengar suara Bapak” terdengar jawaban Nur. Ku tatap Rani sambil tersenyum da Rani tersenyum juga … duh … manis banget ni anak, gumanku dalam hati.
“ Dimana posisi kalian ? Disini bapak dengan Rani sedang jaga tenda”, kataku.
“ Kami masih di kawah, Pak … sedang foto-foto, mungkin sejam lagi kami kembali …. roger “, jawab Nur.
“ Dimonitor. Silahkan kalau kalian masih mau disana. Hati-hati jangan terlalu dekat kawah dan kontak Bapak bila sudah mau kembali yaa …” kataku dengan gembira ( tentunya ).
“ Siap, roger Pak, kami akan kabari ….. “, jawab Nur.
Pesawat ku simpan tanpa ku off kan lalu kembali lagi aku duduk di sebelah Rani.
“ Ran … kamu lihat tuh, laut Cidaun kelihatan dari sini”, kataku sambil menunjuk ke arah selatan.
“ Wah iya, asyik ya Pak …. “
“ Kalau Rani mau lebih jelas, kita bisa saja turun ke Cipanganten lalu dari sana. dengan pakai mobil … tiga jam perjalanan, kita sudah sampai di pantai Cidaun”, kataku.
“ Beneran nih Pak .. jalannya kemana ?”
“ Dari Cipanganten kita ke Rancabali terus ke Balegede, Naringgul dan sampai deh Cidaun”.
“ Bapak mau ajak Rani ke sana ?” tanyanya sambil memegang tanganku dan matanya begitu penuh harap.
Aku tidak segera menjawab tapi ku tatap matanya yang berbinar itu lalu pelan-pelan ku dekatkan wajahku ke wajahnya dan akhirnya bibirku kembali mengecup bibirnya. Mata Rani terpejam, terasa tangannya meremas tanganku dan akhirnya kulanjutkan saja ciumanku dengan mengulum bibirnya, memainkan lidahku menari bersama lidahnya dan …. ah, tangan Rani berpindah ke belakang leherku seolah menahan kepalaku untuk tidak menjauh dari bibirnya.
Kami berciuman cukup lama, sampai nafas kami sama-sama tersengal dan segera kusudahi saja ciuman yang mulai memanas ini.
Ku lihat ada kilatan kecewa di matanya tapi aku biarkan saja, sengaja, akan ku buat dia penasaran dulu.
“Rani … Rani gak takut gitu sama apa yang bapak lakuin tadi ?” tanyaku.
“Rani percaya koq … kan Bapak bilang bahwa Bapak sayang sama Rani “ jawabnya.
Akhirnya Rani ku bawa masuk ke dalam tenda lalu ku baringkan dia di atas matras. kudekap dan mencumbui dengan kecupan-kecupan seputar wajahnya dan usapan-usapan tangan di sekujur tubuhnya. Ku kulum lagi bibirnya kali ini dilengkapi dengan permainan tarian lidahku, Rani manda saja bahkan lidahnya membalas gelutan lidahku. Tangannya kadang memelukku, meremas rambutku atau meremas alas matras dan lidahku mulai menjalar bergerak menurun ke leher menuju ke buah dadanya. Perlahan ku buka kancing kemejanya hingga terlepas semua hingga sekarang tampak olehku buah dadanya yang masih terbungkus bh dan perlahan ku buka kaitannya hingga terpampanglah buah dada ranum seorang remaja 17 tahun. Buah dada Rani selain mulus bersih juga tidak berbau keringatnya sehingga enak untuk kucium dan kujilati. Tiba di bagian susunya, kedua bukit daging yang putih membulat bagus lagi kenyal ini segera kukecap dengan mengisap berganti-ganti masing-masing pentilnya. Menghisap bagian puncaknya dan kuhisap sepuas-puasnya. Di dalam mulutku lidahku berputaran menjilati pentilnya, menggigit-gigit kecil membuat Rani terus mengerang-ngerang kegelian, tubuhnya menggeliat tak henti-henti.. Mata Rani terpejam, tubuhnya kadang menegang kadang terkulai pasrah dan sambil memainkan lidahku di puncak bukit dadanya tanganku bergerak ke bawah ketika celananya berhasil ku turunkan, kulihat ada gundukan daging di balik cd kremnya … ku raba sedikit selangkangannya dari luar celananya, ternyata sudah basah … basah sekali.
Perlahan mulutku mulai bergerak dari kedua bukit dadanya ke arah perut, kujilati kadang ku gigit lembut, ah … betapa kencangnya perut gadis ini … lalu saat lidahku singgah di udelnya, tubuh Rani tersentak dan ku dengar lenguhnya lirih. Semakin turun dan turun akhirnya sampailah aku di puncak bukitnya yang berbulu tapi tidak lebat dan lembab sehingga tercium bau khas kemaluan perawan. Ku buka pahanya lalu lidahku mulai menyusuri belahan daging kenikmatannya. Saat ku temukan daging kecil sebesar kacang, ku intensifkan lidahku di situ, merasa terhalang, perlahan kuturunkan celana dalam itu dan Rani membantu dengan mengangkat pinggulnya. Lalu ku serang lagi selangkangannya
“Ooouuuhhh …. Mmmmhhhhh …. Paaaakkkk ….. ooohhhhh”, ku dengar lenguhan dari Rani dan pinggangnya sampai terangkat sementara tangannya meremas rambutku. Aku tak peduli, ku jilati terus, ku emut terus dan sesekali lidahku bergerak turun membelai lubang keperawanannya.
Rani sudah tidak karuan lagi, kepalanya terayun kekiri ke kanan dan dari mulutnya terdengar rintihan serta lenguhan disertai nafasnya yang sudah memburu. Perlahan ku buka kaos oblongku lalu ku lepas celanaku sekalian dengan celana dalamku hingga batangku yang sudah tegak mengeras sekarang bebas menghirup udara bebas.
Setelah kurasakan kebasahan kemaluan Rani cukup, aku kembali bergerak ke atas dan ku posisikan selangkanganku tepat di selangkangan Rani.
Ku hisap perlahan buah dadanya lalu ku kulum bibirnya dengan ciuman panas. Saat kepala batangku menempel di mulut kemauannya, mata Rani yang tadi terpejam, membuka …. Menatapku dan kulihat di matanya ada hasrat itu … hasrat ingin tahu kelanjutan dari aksi nakalku.
“ Rani …. Boleh ?” tanyaku sambil menatap matanya.
Rani hanya memandangku dengan sayu dan dia menganggukan kepalanya.
Lalu ku pegang batangku, ku tempelkan tepat di mulut lubang kemaluannya, ku gesek pelahan agar kepala batangku basah oleh cairannya dan ludahku lalu ku posisikan tepat di lubangnya … ku dorong perlahan
“Aaaadduuuuhhhh …. Oooh …. Paaakkkkk”, terdengar Rani meracau saat batangku mulai menerobos perlahan lubangnya. Ku dorong terus … terus … dan … ketika akhirnya …. Blesss … masuklah batangku seluruhnya, terbenam di lubang kemaluan Rani …..
“ Oooohhhhh ….. Bapaaaaakkkkk”, rintih Rani dan segera ku lumat bibirnya dan lidahnyapun turut membalas tarian lidahku.
Setelah diam sesaat agar Rani terbiasa dengan kehadiran benda hangat di lubangnya, lalu mulai ku tarik perlahan batangku, ku dorong lagi perlahan dan setelah terasa lancar karena cairan birahi Rani sudah melicinkan lubangnya, maka mulai ku intensifkan gerakanku. Dorong tarik, dorong tarik dan kuciumi bibirnya, ku geluti lehernya sambil ku remas dadanya. Tubuh telanjang kami bersimbah peluh …. Dalam tenda ukuran 3 x 3 yang terdengar hanya desah, rintih dan dengus nafas kenikmatan. Tanganku kadang meremas dada Rani, kadang ku remas pantatnya, punggungnya.
Gerakan pinggulku semakin cepat lalu ku rasakan tubuh Rani mengejang, dari mulutnya terdengar rintihan, dahinya mengerenyit dan kukunya terasa menancap di punggungku. Kurasakan ada kedutan di lubang kemaluannya sehingga gerakanku pun semakin cepat lalu dengan satu hentakan kuat, ku benamkan sedalam-dalamnya batangku, ku peluk tubuh Rani dan …. dari batangku berhamburanlah cairan kenikmatan menyirami kedalaman lubang kemaluan Rani … tubuhku mengejang saat cairan kenikmatanku tumpah dan setelah ketegangan nikmat itu berlalu, dengan masih tetap membenamkan batangku, ku cium bibir Rani lalu aku rebahkan tubuhku di sampingnya. Saat batangku terlepas, sempat kulihat ada percikan darah di batangku …. Aah, aku sudah merenggut keperawanannya.
Saat tubuh kami berbaring bersisian, ku miringkan tubuhku, ku kecup bibirnya, ku belai rambutnya … Rani terpejam seperti tengah menikmati pergumulan tadi …
“Ran …. ?”, panggilku.
Mata idah itu membuka lalu menatapku ….” Ya Pak ?”, jawabnya lembut.
“Rani gak nyesel sudah melakukan yang barusan sama Bapak ?” tanyaku.
“Nggak Pak, Rani gak nyesel …” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya. Ku rengkuh tubuh telanjangnya ke tubuh telanjangku lalu ku cium bibirnya dan dia membalas ciumanku dengan lembut penuh kemesraan. Setelah agak lama, ku lepas ciumannya lalu aku berniat bangun tapi Rani justru menahan tubuhku untuk bangun.
“ Jangan bangun dulu, Pak … Rani masih ingin begini “ katanya.
Batal sudah aku bangun lalu ku peluk saja tubuh telanjang itu. Ku belai rambutnya yang tergerai lalu bahu dan punggungnya yang telanjang. Rani terdiam menikmati elusanku dan karena suasana terasa begitu nyaman baik untukku maupun dia akhirnya elusanku berubah jadi remasan dan tanganku sekarang sudah mulai nakal dengan meremas bagian-bagian sensitif tubuh telanjang Rani. Rani pun sekarang sudah ada peningkatan, dia merespon kenakalan tanganku. Tangannya sekarang membelai dadaku, memainkan puting dadaku lalu bergerak turun ke perut dan akhirnya dia memegang batangku yang mulai kembali menegang.
Mata Rani menatapku sejenak seperti hendak meminta kembali kenikmatan yang sudah dia rasakan, maka kembali ku lumat bibirnya dan lidahnya menyambut hangat lidahku, lalu ciumanku bergerak pindah ke lehernya, lidahku membelai telinganya sehingga Rani mendesah-desah dan tubuhnya bergerak semakin liar. Mungkin Rani sudah mengharapkan lagi kenikmatan yang tadi dia alami jadi ku balas lagi saja keliarannya karena akupun sudah terbangkit kembali. Batangku kembali sudah mengencang di genggaman tangannya., terasa sekali olehku kekenyalan bukit kembarnya yang sudah mengeras. Maka dengan perlahan kucium payudaranya yang kanan, sementara tangan kananku memilin puting kirinya. Desahan birahi dan geleparan badannya sudah tidak teratur.
Lidahku pindah memainkan puting kirinya, mata Rani terpejam sambil melenguh panjang, aku tidak segera menghujamkan batangku agar Rani merasakan ketagihan dulu dan setelah ku lihat Rani sudah tidak kuat lagi,
perlahan dengan lembut sekali, tangan kananku menurun ke perut dan sekitar pusarnya. Pantatnya sedikit terangkat sambil rambutku dijambak-jambaknya, pertanda meminta sentuhan yang lebih jauh dan lebih nikmat. Aku mainkan jariku di situ tidak lama hingga timbul reaksi yang di luar dugaanku sama sekali. “Ohhh…aahhhh….terus Pak….ohh….” rintih Rani dengan nafas tersengal-sengal. Aku dekatkan mulutku ke kemaluannya, lalu kedua tanganku merentangkan kedua pahanya agar terbuka. Jari-jari tanganku menyibakkan bibir kemaluannya. Lalu mulutku mengecup kemaluannya lalu kukecup bukit kemaluannya. Lidahku menyapu bibir kecilnya yang halus lalu berhenti pada klitorisnya. Kusibakkan kedua bibir besarnya agar lidahku dapat leluasa menggelitik klitorisnya. Ujung lidahku menyapu bagian yang sensitif itu, sesekali kuhisap dengan lembut. Rani menggelinjang berkali-kali. “Oh…enak sekali Pakk….Ohhh…” rintih Rani keenakan. Jari tanganku pun tidak tinggal diam. Telunjukku mulai menerobos lubang vaginanya. Lubang itu sudah basah dan licin oleh lendirnya dan lendirku sendiri pada pergumulan pertama tadi. Tangannya mencengkeram matras, lalu tubuhnya tiba-tiba menegang, kepalaku dikempitnya dengan kedua pahanya, bersamaan dengan itu, jariku merasakan cairan hangat yang mengalir deras dari dalam lubang. Rani sudah tergolek pasrah menikmati kenikmatan permainan lidah dan jariku lalu setelah beberapa saat dia merasakan nikmatnya orgasme maka kugenggam batangku dan kuarahkan pada lubang itu. Kulekatkan ujungnya sebentar, setelah tepat berada pada permukaan lubang, maka aku menekannya. “Oohhh…….Paaakkkk” Rani mendesah panjang ketika batang kemaluanku menggelusur masuk dan amblas seluruhnya ke dalam lubang kenikmatannya. Aku remas buah pantatnya lalu pinggulku mulai bergerak maju mundur dengan teratur dan berirama. Lubang Rani terasa licin karena lendir birahinya makin banyak keluar. Hal itu justru membuat penisku makin lancar bergerak keluar masuk. Kutekan kemaluanku, kucabut sampai batas kepala, lalu ketenggelamkan lagi, kutarik lagi, kumasukkan lagi, bahkan kadang-kadang aku menekan dalam-dalam dan menahannya sampai beberapa detik, kutarik lagi dan kutekan lagi dalam-dalam sampai rasanya mentok ke dasar vaginanya. “Okhhh…Paaaakkkk…okh..…” desah Rani kenikmatan. Kusaksikan Rani menggeleng-gelengkan kepalanya hingga rambutnya tak beraturan, apalagi ketika aku menekan kemaluanku dalam-dalam dan menahannya sampai beberapa saat, Rani sampai menjerit kenikmatan. Rani mencengkeram matras dan kadang berpindah ke punggungku yang sudah basah oleh keringat birahi, kurasakan lubang vaginanya seperti menciut dan batangku serasa terjepit. Oh, nikmatnya luar biasa. Kutekan kemaluanku lebih dalam dan kupeluk tubuhnya erat-erat. Kulesakkan sedalam-dalamnya batangku di lubangnya dan ….. akhirnya tubuh kami sama-sama mengejan saat tiba di puncak kenikmatan. Air maniku keluar berkali-kali bersamaan dengan membanjirnya lubang kenikmatan Rani. Kami masih bertahan dalam posisi itu sampai beberapa saat. Tubuh kami yang tadi mengejang, kini mulai melemah. Semenit kemudian tubuh kami sama-sama lemas seperti tak bertulang. Nafas kami tidak beraturan dan keringat membasahi sekujur tubuh kami. Kupeluk lagi tubuh Rani dengan lembut sebelum aku mencabut kemaluanku dan berbaring di sisinya. Kutatap wajahnya yang memerah tanda sisa-sisa kenikmatannya masih ada. Kucium bibirnya lalu kubisikkan kata sayang. Rani memelukku dengan mesra. Setelah beberapa saat terdiam menikmati kemesraan itu, ku bisikkan padanya untuk segera membersihkan diri dan berpakaian karena khawatir Nur dan Nia datang. Rani pun kembali memakai bajunya dan kusuruh dia membershikan lubangnya dengan air mineral yang ada.
Setelah kami berpakaian lalu ku ajak Rani untuk duduk di luar tenda sambil ku buatkan minuman dengan air hangat. Ku kontak Nur dan Nia, ternyata mereka sedang berjalan menuju ke tenda kami.
Sekarang Rani sudah sangat dekat denganku, dia banyak bercerita dan matanya begitu berseri tiap memandangku. Ku goda dia tentang bagaimana perasaannya saat dimesrai olehku di tenda tadi, pipinya memerah, matanya mendelik manja dan dia mencubitku. Kutanya juga apakah benar dia tidak menyesali dengan apa yang sudah terjadi, Rani tetap mejawab bahwa dia tidak menyesal. Lalu aku mulai bercerita dan sesekali kusisipkan guyonan-guyonan berbau porno padanya … Rani kadang tertawa, tersenyum sambil mencubitku, benar ternyata, tak kuliht ada penyesalan di matanya dan saat sedang begitu Nur dan Nia muncul. Kedatangan mereka membuat suasana di tempat itu menjadi ramai karena Nur dan Nia rebut menceritakan tentang kawah yang baru dilihatnya. Kemudian, Rani menawarkan apakah mau mereka bila diajak olehku untuk menuju ke pantai selatan. Nia dan Nur begitu antusias dan ketika ku tanya apakah orang tua mereka tidak khawatir kalau tempat kemping mereka berpindah ternyata mereka tidak ada masalah jadi akhirnya setelah makan, kami bongkar tenda dan mengepak barang-barang. Setelah selesai, kami berjalan bersama meninggalkan tempat itu ( tempat yang akan menjadi kenangan indah buatku dan Rani ). Karena jalan menurun maka kami segera tiba di tempatku menitipkan Stradaku. Setelah berpamitan pada pemilik tempat, kami meninggalkan afdeling itu dan bergerak menuju ke pantai selatan.


Demikianlah Artikel Rani Gadis SMA Yang Binal

Sekian sexy dan hot Rani Gadis SMA Yang Binal, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan saya yang Hot dan Sexy kali ini.

Anda sedang membaca artikel Rani Gadis SMA Yang Binal dan artikel ini url permalinknya adalah https://internet-dating-site-ivip.blogspot.com/2016/07/rani-gadis-sma-yang-binal.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat. silakan SHARE LIKE dan Ikuti kami.

0 Response to "Rani Gadis SMA Yang Binal"

Posting Komentar